Mendengar nama kesenian wayang, mungkin secara umum pikiran masyarakat akan langsung tertuju kepada kesenian wayang kulit, wayang golek, atau wayang orang. Karena, sebagian masyarakat mungkin tidak atau belum mengetahui bahwa masih ada satu lagi jenis kesenian wayang, yakni kesenian Wayang Krucil.
Saat ditemui di kediamannya, Rabu (21/4/2021), Soeparno Padmowardoyo yang merupakan seorang pengrajin Wayang Krucil di Desa Sidorejo Kecamatan Rowokangkung di Kabupaten Lumajang mengatakan, bahwa Wayang Krucil merupakan salah satu bentuk seni pertunjukan yang menggunakan wayang berukuran kecil, terbuat dari kayu pipih (waru, pinus, atau mentaos) dengan tangan terbuat dari kulit sehingga mudah digerak-gerakkan oleh dalang. Penamaan wayang krucil dikarenakan ukurannya yang lebih kecil dibandingkan wayang kulit, hanya sekitar 30 cm.
Lanjut dia, kesenian Wayang Krucil yang dijalaninya mengalami masa kejayaan di tahun 90an, dan di masa itu dirinya sering manggung hingga keluar kota, seperti di Kota Surabaya maupun di beberapa kota lainnya di Jawa Timur.
Keahlian mendalang tersebut, diwarisi dari mendiang orang tuanya yang juga seorang dalang dari Kabupaten Blitar, dan dirinya bisa memainkan kesenian Wayang Kulit dan Wayang Krucil. Perbedaannya adalah Wayang Kulit bercerita tentang cerita pewayangan, sedangkan Wayang Krucil umumnya bercerita tentang petunjuk hidup dan kisah nabi yang berasal dari Al Quran.
Menurut Soeparno, dalam beberapa tahun terakhir pertunjukan kesenian Wayang Krucil jarang ditemui, kemudian jumlah pengrajin Wayang Krucil juga mulai terbatas karena banyak yang beralih profesi dan tidak ada penerus yang melanjutkan.
Selain itu, dikatakannya, bahwa saat masa kejayaannya dulu, dirinya mempekerjakan sekitar 15 orang karyawan untuk membuat kerajinan Wayang Krucil, karena banjir akan adanya pesanan yang datang dari area Jawa Timur, Bali, dan Kalimantan.
Bahkan, ada juga pesanan dari manca negara. Kemudian, lambat laun kejayaan tersebut mulai meredup ketika terjadinya peristiwa bom Bali 1 dan 2, dan hal itu sangat mempengaruhi jumlah pemesanan, tertutama dari manca negara karena jumlah wisatawan yang berkunjung ke Bali saat itu mengalami penurunan yang sangat drastis, sehingga saat ini sudah tidak lagi memproduksi kerajinan Wayang Krucil.
“Sekarang tidak ada lagi generasi muda yang mau belajar membuat wayang krucil sebagai upaya melestarikan budaya. Sebenarnya, saya masih bersedia mengajari anak-anak muda untuk membuat wayang krucil, karena diusia lanjut seperti sekarang saya sudah tidak mampu lagi untuk memproduksinya,” pungkasnya. (Kominfo-lmj/Efd/An-m)