Jatigono, 9 April 2025 – Tak hanya menjalankan tugas administratif, Camat Kunir bersama para staf kecamatan menunjukkan wajah hangat birokrasi lewat silaturahmi keliling ke desa-desa se-Kecamatan Kunir, termasuk ke Desa Jatigono, Selasa (9/4). Kegiatan ini menjadi bukti bahwa kebersamaan dan kedekatan emosional antara pemerintah dan masyarakat tetap menjadi nilai utama, bahkan setelah perayaan Idul Fitri usai.
Hari itu, di tengah teriknya matahari pasca-Lebaran, senyum dan jabat tangan hangat menjadi pemandangan yang akrab di setiap kantor desa yang dikunjungi. Camat Kunir, yang akrab disapa Pak Camat oleh masyarakat, tak ragu menyapa satu per satu perangkat desa dan warga yang dijumpainya. Dengan penuh ketulusan, beliau mengucapkan, “Selamat Idul Fitri, mohon maaf lahir dan batin,” disertai pandangan yang teduh.
Di Desa Jatigono, suasana syahdu menyelimuti ruang kantor desa saat tawa kecil dan cerita ringan menyambut kedatangan rombongan kecamatan. “Ini bukan sekadar kunjungan formal. Ini adalah momentum untuk menyambung rasa, menyatukan semangat, dan merawat rasa kebersamaan,” ujar Pak Camat, sambil menikmati suguhan khas lebaran dari warga setempat.
Bagi sebagian perangkat desa, kunjungan ini menjadi semangat baru di awal kerja. “Kami merasa dihargai dan diingat, bukan hanya saat ada urusan pemerintahan, tapi juga dalam suasana silaturahmi seperti ini. Rasanya seperti dikunjungi keluarga besar,” ungkap Bu Lestari, seorang staf desa.
Tak hanya itu, kegiatan silaturahmi keliling ini juga mencerminkan pendekatan kepemimpinan yang lebih humanis. Di tengah kesibukan agenda pasca-libur panjang, kehadiran langsung dari pejabat kecamatan dianggap sebagai bentuk perhatian dan penghargaan terhadap kerja keras aparat desa selama bulan Ramadan hingga perayaan Idul Fitri.
“Saya ingin memastikan bahwa semangat Ramadan tidak berhenti di malam takbiran. Rasa syukur, semangat kebersamaan, dan saling memaafkan harus terus menjadi nafas pelayanan publik kita,” tambah Pak Camat.
Dengan suasana penuh keakraban dan nilai kekeluargaan, kegiatan ini meninggalkan kesan mendalam. Bukan hanya soal Idul Fitri, tetapi juga tentang harapan baru: bahwa pelayanan publik bisa dibangun lewat rasa, dan pemerintahan bisa dekat bukan hanya secara struktural, tapi juga secara emosional.